Lagi galau, memikirkan kerabat yang selalu memoles mukanya dengan
bedak tebal. Tak punya rasa malu membuat kekacauan di negeri yang
katanya kaya raya, namu rakyatnya banyak yang sengsara. Aku tertegun.
Hari ini hatiku terasa pilu menyaksikan semua kejadian yang tak akan
pernah bisa aku mengerti. Apakah ini karma yang harus ditanggung
akibat dosa masa lalu? Atau ini hanya ujian yang harus aku saksikan?
Aku galau, aku tertegun, siapa yang dapat mengatasinya?
Aku melihat, beberapa orang mulai panik. Aku juga melihat beberapa
orang tak hentinya berteriak, "Aku ingin hidup lebih baik!"
Aku juga melihat, bedak tebal itu teta menghiasi kerabatku. Tak ada
yang bisa dilihat dari perubahan wajah saat ia terkejut ataupun
gembira. Hanya mata yang memandang semakin tajam seolah menyorotkan
kebencian padaku karena menentangnya.
Aku bingung harus bagaimana? Sementara keadaan ini akan berlangsung
beberapa tahun ke depan dan menjanjikan takkan ada perubahan apapun.
Apa ini yang dinamakan galau? Aku terdiam, mulutku ingin berucap,
namun hanya hati yang bicara.
Batinku kini tertekan, kerabatku tak bergeming. Ia menambah polesan
bedak di wajahnya agar tetap tebal dan tak terlihat kulit mukanya.
Kini ia tak berwajah, rasa malu tak lagi bisa mempengaruhinya, yang
penting ia bahagia dengan sandiwaranya. Aku harus bagaimana? Apakah
aku harus tetap galau? Siapa sebenarnya pemimpin negeriku? Mengapa ada
yang selalu menampilkan kebohongan dengan berbagai tipu dayanya agar
pemimpinku gagal?
Aku merasa tak lagi bisa bersuara. Pikiranku justru tertuju pada kaun
jelata di sekitarku. Mereka tak diperhatikan hanya karena ada penjilat
tertutup bedak penuh kepalsuan. Ia bahkan tak bisa berbuat apapun
untuk negeriku, namun ia tetap di sana untuk menikmati mimpinya yang
telah lama dinantinya.
Oh negeriku, aku tak ingin engkau jatuh hanya karena segelintir
manusia rakus akan kehormatan. Aku hanya ingin engkau tahu, bahwa aku
selalu mencintaimu seperti aku mencintai hidupku, yang diberikan Tuhan
sebagai anugerah yang tak terkira. Aku ingin ada bersamamu melewati
ini semua sampai kerabatku benar-benar menyadari bahwa dia harus
menghapus bedak tebal di mukanya dan membaur bersamaku mencintaimu
tanpa batas akhir dan waktu.
Siapa yang aku percaya? Aku hanya mengharapkan pemimpinku menyadari
betapa galaunya aku dengan beberapa teman-temannya yang tak tahu malu
selalu berada di dekatnya. Aku mengaharap pemimpinku menyadari itu dan
masalah akan segera selesai, agar negeriku makmur dan sentosa. Aku
masih punya harapan
bedak tebal. Tak punya rasa malu membuat kekacauan di negeri yang
katanya kaya raya, namu rakyatnya banyak yang sengsara. Aku tertegun.
Hari ini hatiku terasa pilu menyaksikan semua kejadian yang tak akan
pernah bisa aku mengerti. Apakah ini karma yang harus ditanggung
akibat dosa masa lalu? Atau ini hanya ujian yang harus aku saksikan?
Aku galau, aku tertegun, siapa yang dapat mengatasinya?
Aku melihat, beberapa orang mulai panik. Aku juga melihat beberapa
orang tak hentinya berteriak, "Aku ingin hidup lebih baik!"
Aku juga melihat, bedak tebal itu teta menghiasi kerabatku. Tak ada
yang bisa dilihat dari perubahan wajah saat ia terkejut ataupun
gembira. Hanya mata yang memandang semakin tajam seolah menyorotkan
kebencian padaku karena menentangnya.
Aku bingung harus bagaimana? Sementara keadaan ini akan berlangsung
beberapa tahun ke depan dan menjanjikan takkan ada perubahan apapun.
Apa ini yang dinamakan galau? Aku terdiam, mulutku ingin berucap,
namun hanya hati yang bicara.
Batinku kini tertekan, kerabatku tak bergeming. Ia menambah polesan
bedak di wajahnya agar tetap tebal dan tak terlihat kulit mukanya.
Kini ia tak berwajah, rasa malu tak lagi bisa mempengaruhinya, yang
penting ia bahagia dengan sandiwaranya. Aku harus bagaimana? Apakah
aku harus tetap galau? Siapa sebenarnya pemimpin negeriku? Mengapa ada
yang selalu menampilkan kebohongan dengan berbagai tipu dayanya agar
pemimpinku gagal?
Aku merasa tak lagi bisa bersuara. Pikiranku justru tertuju pada kaun
jelata di sekitarku. Mereka tak diperhatikan hanya karena ada penjilat
tertutup bedak penuh kepalsuan. Ia bahkan tak bisa berbuat apapun
untuk negeriku, namun ia tetap di sana untuk menikmati mimpinya yang
telah lama dinantinya.
Oh negeriku, aku tak ingin engkau jatuh hanya karena segelintir
manusia rakus akan kehormatan. Aku hanya ingin engkau tahu, bahwa aku
selalu mencintaimu seperti aku mencintai hidupku, yang diberikan Tuhan
sebagai anugerah yang tak terkira. Aku ingin ada bersamamu melewati
ini semua sampai kerabatku benar-benar menyadari bahwa dia harus
menghapus bedak tebal di mukanya dan membaur bersamaku mencintaimu
tanpa batas akhir dan waktu.
Siapa yang aku percaya? Aku hanya mengharapkan pemimpinku menyadari
betapa galaunya aku dengan beberapa teman-temannya yang tak tahu malu
selalu berada di dekatnya. Aku mengaharap pemimpinku menyadari itu dan
masalah akan segera selesai, agar negeriku makmur dan sentosa. Aku
masih punya harapan