Budaya Serobot Lampu Merah

Pulang dari Tulung Agung menuju Blitar, saat dari rumah teman, ada
kejadian unik sekaligus sangat menjengkelkan. Saat itu saya yang
pertama berhenti karena lampu merah menyala. Lalu saya sangat kaget
ketika dua sepeda motor seperti terburu-buru tetap melanggar dan
melewati saya yang sudah berhenti.

Melihat dari pakaiannya, salah satu pengendara sepertinya PNS (Pegawai
Negeri Sipil). Saya mulai membatin, "orang ini pasti sangat
terburu-buru takut telat."
Namun, ketika lampu hijau sudah menyala, salah satu pengendara yang
saya kenali dari pakaian tadi ternyata terkejar oleh laju sepeda motor
saya yang tak terlalu kencang.

Miris, saat melanggar lampu merah, sepertinya pengendara tadi
terburu-buru, rupanya tidak demikian. Karena saya yang sempat beberapa
mnenit menunggu lampu hijau menyala masih bisa mengejar. Lalu apa yang
membuat pengendara tadi rela melanggar rambu lalu linta? Bukankan itu
sangat membahayakan keselamatannya dan keselamatan pengendara lain?

Kejadian seperti ini tentu saja bukan hanya saya yang mengalaminya,
tetapi di tempat lain tentu ada yang pernah melihatnya. Dan itu
dilakukan oleh orang-orang yang telah lulus uji berkendara. Apakah
mereka tidak merasa bersalah karena telah melanggar peraturan berlalu
lintas?

Budaya serobot lampu merah sebenarnya sudah sering terjadi, dan itu
sangat membahayakan, tetapi justru kadang hal-hal yang berbahaya bagi
keselamatan tidak menjadi prioritas pengendara. Semua merasa itu bukan
pelanggaran dan tidak pernah merasa malu.

Pengalaman saya, saat lampu merah menyala, walau kendaraan dalam
keadaan sepi, saya selalu berusaha mentaaatinya. Kadang hal yang tak
terduga bisa saja terjadi, karena bila lampu hijau menyala, dari arah
berlawanan, atau dari jalan berbeda kendaraan bisa saja melaju dengan
kencang karena merasa ketika lampu hijau, kendaraan dari jalan lain
berhenti.

Saya sempat merenung, mengapa orang-orang semacam ini tak mendapat
perhatian dari aparat kepolisian?